Minggu, 23 Oktober 2016

Arti Didikan Keras Seorang Ayah

Arti Didikan Keras Seorang Ayah

Lira adalah seorang anak tunggal dari sebuah keluarga yang sederhana yang tinggal di pinggiran kota. Walaupun anak satu-satunya, sejak kecil ia seringkali dimarahi oleh ayahnya, di mata sang ayah, tidak ada satupun pekerjaan yang benar.

Setiap harinya, Lira selalu berusaha keras untuk mengerjakan sesuatu yang diinginkan oleh ayahnya. Tetapi tetap saja, karena hanya ketidakpuasan sang ayah yang ia dapatkan. Begitupun juga pada saat Lira berusia 17 tahun, tidak ada ucapan kalimat “Selamat ulang tahun” yang keluar dari mulut ayahnya. Dan semua hal tersebut membuat Lira semakin membenci ayahnya.

Karena sosok ayah yang ada dalam dirinya, adalah sosok seorang ayah yang pemarah dan juga tidak pernah memperhatikan dirinya. Hingga akhirnya, Lira pun memberontak dan tidak pernah satu haripun ia lalui hari tanpa bertengkar dengan ayahnya.

Beberapa hari setelah ulang tahunnya yang ke-17, ayahnya meninggal dunia. Akibat penyakit kanker yang tidak pernah beliau katakan kepada siapapun, kecuali pada istrinya. Walaupun merasa sedih dan kehilangan, tetapi di dalam diri Lira masih tersimpan rasa benci terhadap ayahnya.

Hingga sampai suatu hari ketika Lira membantu ibunya membereskan barang-barang peninggalan almarhum ayahnya, ia menemukan sebuah bingkisan yang dibungkus dengan rapi, dan di atasnya tertulis, ‘Untuk anakku tersayang’.

Dengan hati-hati, diambilnya bingkisan tersebut, dan Lira pun mulai membukanya. Di dalam bingkisan tersebut, terdapat sebuah jam tangan serta sebuah buku lama yang ia inginkan. Selain kedua benda itu, terdapat sebuah kartu ucapan berwarna merah muda yang merupakan warna kesukaan Lira.

Perlahan ia membuka kartu ucapan tersebut, dan mulai membaca tulisan yang ada disana. “Ya Tuhan, terima kasih karena Engkau telah mempercayai diriku yang rendah ini untuk memperoleh karunia tersebut dalam hidupku. Ku mohon ya Tuhan, jadikan buah kasih hamba ini menjadi orang yang berarti bagi sesama dan juga bagiMu.

Janganlah kau berikan jalan yang lurus dan luas membentang baginya, tetapi berikan pula jalan yang penuh liku dan duri, agar dia dapat meresapi kehidupan yang seutuhnya. Sekali lagi ku mohon ya Tuhan, sertailah anakku dalam setiap langkah yang ia tempuh, jadikan ia sesuai dengan kehendakmu.

Selamat ulang tahun anakku, doa ayah selalu menyertaimu”.

Tulisan dalam kartu itu membuat air mata Lira tak terbendung lagi. Ibunya menghampiri dan menanyakan apa yang telah terjadi. Dalam pelukan ibunya, Lira pun menceritakan tentang isi dan tulisan yang terdapat dalam bingkisan peninggalan ayahnya itu.

Sang ibu, lalu menceritakan bahwa ayahnya memang sengaja merahasiakan penyakit yang diderita sejak lama. Dan sengaja mendidikmu dengan keras, agar kamu kelak menjadi sosok wanita yang kuat dan tegar.

Cerita di atas mengingatkan kita untuk tidak selalu melihat apa yang kita lihat dengan kedua mata kita. Tetapi lihat juga sesuatu dengan mata hati kita. Karena apa yang kita lihat dengan kedua mata kita, terkadang tidak sepenuhnya seperti apa yang sebenarnya terjadi.

Kasih sayang seorang ayah, Ibu, saudara-saudara, atau orang-orang disekitar kita, dan terutama kasih Yang Maha Kuasa yang dilimpahkan kepada kita dengan berbagai cara. Hanyalah tinggal bagaimana cara kita menerima, menyerap, mengartikan, dan membalas kasih sayang itu.

Penulis dapatkan cerita penuh makna ini pada aplikasi Line, dengan cerita yg sangat Haru sehingga penulis membagi cerita tersebut pada blog ini...
Semoga bisa bermanfaat setelah membacanya.
Terimakasih. . .

posted from Bloggeroid

Minggu, 07 Agustus 2016

Hidup Jangan Tertidur

Untuk dapat menikmati hidup, hal terpenting yang perlu Anda lakukan adalah menjadi SADAR. Inti kepemimpinan adalah kesadaran. Inti spiritualitas juga adalah kesadaran. Banyak orang yang menjalani hidup ini dalam keadaan “tertidur.” Mereka lahir, tumbuh, menikah, mencari nafkah, membesarkan anak, dan akhirnya meninggal dalam keadaan “tertidur.”

Analoginya adalah seperti orang yang terkena hipnotis. Anda tahu di mana menyimpan uang. Anda pun tahu persis nomor pin Anda. Dan Andapun menyerahkan uang Anda pada orang tidak dikenal. Anda tahu, tapi tidak sadar. Karena itu, Anda bergerak bagaikan robot-robot yang dikendalikan orang lain, lingkungan, jabatan, uang, dan harta benda.

Pengertian menyadari amat berbeda dengan mengetahui. Anda tahu berolah raga penting untuk kesehatan, tapi Anda tidak juga melakukannya. Anda tahu memperjualbelikan jabatan itu salah, tapi Anda menikmatinya. Anda tahu berselingkuh dapat menghancurkan keluarga, tapi Anda tidak dapat menahan godaan. Itulah contoh tahu tapi tidak sadar!

Ada dua hal yang dapat membuat orang menjadi sadar. Pertama, peristiwa-peristiwa pahit dan musibah. Musibah sebenarnya adalah “rahmat terselubung” karena dapat membuat kita bangun dan sadar. Anda baru sadar pentingnya kesehatan kalau Anda sakit. Anda baru sadar pentingnya olahraga kalau kadar kolesterol Anda mencapai tingkat yang mengkhawatirkan. Anda baru sadar nikmatnya bekerja kalau Anda di-PHK. Seorang wanita karier baru menyadari bahwa keluarga jauh lebih penting setelah anaknya terkena narkoba. Seorang sopir taksi pernah bercerita bahwa ia baru menyadari bahayanya judi setelah hartanya habis.

Kematian mungkin merupakan satu stimulus terbesar yang mampu menyentakkan kita. Banyak tokoh terkenal meninggal begitu saja. Mereka sedang sibuk memperjualbelikan kekuasaan, saling menjegal, berjuang meraih jabatan, lalu tiba-tiba saja meninggal. Bayangkan kalau Anda sedang menonton film di bioskop. Pertunjukan sedang berlangsung seru ketika tiba-tiba listrik padam. Petugas bioskop berkata, “Silakan Anda pulang, pertunjukan sudah selesai!” Anda protes, bahkan ingin menunggu sampai listrik hidup kembali. Tapi, si penjaga hanya berkata tegas, “Pertunjukan sudah selesai, listriknya tidak akan pernah hidup kembali.”

Itulah analogi sederhana dari kematian. Kematian orang yang kita kenal, apalagi kerabat dekat kita sering menyadarkan kita pada arti hidup ini. Kematian menyadarkan kita pada betapa singkatnya hidup ini, betapa seringnya kita meributkan hal-hal sepele, dan betapa bodohnya kita menimbun kekayaan yang tidak sempat kita nikmati.

Hidup ini seringkali menipu dan meninabobokan orang. Untuk menjadi bangun kita harus sadar mengenai tiga hal, yaitu siapa diri kita, darimana kita berasal, dan ke mana kita akan pergi. Untuk itu kita perlu sering mengambil jarak dari kesibukan kita dan melakukan kontemplasi.

Ada sebuah ungkapan menarik dari seorang filsuf Perancis, Teilhard de Chardin, “Kita bukanlah manusia yang mengalami pengalaman-pengalaman spiritual, kita adalah makhluk spiritual yang mengalami pengalaman-pengalaman manusiawi.” Manusia bukanlah “makhluk bumi” melainkan “makhluk langit.” Kita adalah makhluk spiritual yang kebetulan sedang menempati rumah kita di bumi. Tubuh kita sebenarnya hanyalah rumah sementara bagi jiwa kita. Tubuh diperlukan karena merupakan salah satu syarat untuk bisa hidup di dunia. Tetapi, tubuh ini lama kelamaan akan rusak dan akhirnya tidak dapat digunakan lagi. Pada saat itulah jiwa kita akan meninggalkan “rumah” untuk mencari “rumah” yang lebih layak. Keadaan ini kita sebut meninggal dunia. Jangan lupa, ini bukan berarti mati karena jiwa kita tak pernah mati. Yang mati adalah rumah kita atau tubuh kita sendiri.

Coba Anda resapi paragraf diatas dalam-dalam. Badan kita akan mati, tapi jiwa kita tetap hidup. Kalau Anda menyadari hal ini, Anda tidak akan menjadi manusia yang ngoyo dan serakah. Kita memang perlu hidup, perlu makanan, tempat tinggal, dan kebutuhan dasar lainnya. Bila Anda sudah mencapai semua kebutuhan tersebut, itu sudah cukup!

Buat apa sibuk mengumpul-ngumpulkan kekayaan — apalagi dengan menyalahgunakan jabatan — kalau hasilnya tidak dapat Anda nikmati selama-lamanya. Apalagi Anda sudah merusak jiwa Anda sendiri dengan
berlaku curang dan korup. Padahal, jiwa inilah milik kita yang abadi.

Lantas, apakah kita perlu mengalami sendiri peristiwa-peristiwa yang pahit tersebut agar kita sadar ? Jawabnya: ya! Tapi kalau Anda merasa cara tersebut terlalu mahal, ada cara kedua yang jauh lebih mudah:
Belajarlah MENDENGARKAN. Dengarlah dan belajarlah dari pengalaman orang lain. Bukalah mata dan hati Anda untuk mengerti, mendengarkan, dan mempertanyakan semua pikiran dan paradigma Anda. Sayang, banyak
orang yang mendengarkan semata-mata untuk memperkuat pendapat mereka sendiri, bukannya untuk mendapatkan sesuatu yang baru yang mungkin bertentangan dengan pendapat mereka sebelumnya. Orang yang seperti ini masih tertidur dan belum sepenuhnya bangun.


Dan... masih berasal dr artikel pada sebuah aplikasi Cerita Motivasi yg mungkin memiliki makna bagi pembaca maupun penulis setelah membaca nya...

Lets going up, Sadar Lebih Baik.
(Bisa dikatakan seperti itu)

posted from Bloggeroid

Sabtu, 16 Juli 2016

Point Of View

Beberapa tahun yang silam, seorang pemuda terpelajar dari Semarang sedang berpergian naik pesawat ke Jakarta. Disampingnya duduk seorang ibu yang sudah berumur. Si pemuda menyapa, dan tak lama mereka terlarut dalam obrolan ringan.” Ibu, ada acara apa pergi ke Jakarta ?” tanya si pemuda. ”Oh... saya mau ke Jakarta terus ”connecting flight” ke Singapore nengokin anak saya yang ke dua”,jawab ibu itu.” Wouw... hebat sekali putra ibu” pemuda itu menyahut dan terdiam sejenak.

Pemuda itu merenung. Dengan keberanian yang didasari rasa ingin tahu pemuda itu melanjutkan pertanyaannya.” Kalau saya tidak salah, anak yang di Singapore tadi, putra yang kedua ya bu?? Bagaimana dengan kakak adik-adik nya??”” Oh ya tentu ” si Ibu bercerita :”Anak saya yang ketiga seorang dokter di Malang, yang keempat kerja di perkebunan di Lampung, yang kelima menjadi arsitek di Jakarta, yang keenam menjadi kepala cabang bank di Purwokerto, yang ke tujuh menjadi Dosen di Semarang.””

Pemuda tadi diam, hebat ibu ini, bisa mendidik anak-anaknya dengan sangat baik, dari anak kedua sampai ke tujuh. ” Terus bagaimana dengan anak pertama ibu ??”Sambil menghela napas panjang, ibu itu menjawab, ” anak saya yang pertama menjadi petani di Godean Jogja nak”. Dia menggarap sawahnya sendiri yang tidak terlalu lebar.”

Pemuda itu segera menyahut, ”Maaf ya Bu..... kalau ibu agak kecewa ya dengan anak pertama ibu, adik-adiknya berpendidikan tinggi dan sukses di pekerjaannya, sedang dia menjadi petani ”??

Do you want to know the answer??????...

........Dengan tersenyum ibu itu menjawab,
” Ooo ...tidak tidak begitu nak....Justru saya sangat bangga dengan anak pertama saya, karena dialah yang membiayai sekolah semua adik-adiknya dari hasil dia bertani”

Today's lesson : Everybody in the world is important. Open your eyes. ...your heart....your mind....your point of view because we can't make summary before reading ”the book ”completely.A wise man said...The more important thing is not WHO YOU ARE But WHAT YOU HAVE DONE

Bersumber dari sebuah aplikasi Cerita Motivasi dan penulis mencoba berbagi salah satu cerita tentang sebuah kerja keras yang menghasilkan suatu keberhasilan...
"Belajarlah dari sebuah perjalanan lalu berjalanlah dari sebuah pelajaran"

Jumat, 11 Maret 2016

"Man like a dog" Sebuah nama tak seberuntung jiwa

Deifnisi disisi lain, anjing adalah seekor hewan yang sebagian besar digunakan sebagai pelindung ataupun penjaga. beruntungkah pria yg dikatakan anjing?  dan bukankah beruntung wanita yg memiliki, "man like a dog".
jika pria beranggapan, wanita merupakan hal yg berharga. layaknya anjing yang menjaga rumah dari hal jahat.
jika pria beranggapan, wanita adalah jiwa yang tidak patut terluka. layaknya anjing pelacak yg terus mencari pelaku kejahatan yang harus ditindak.

Seanjing itukah pria?

berjasakah seekor anjing? bergunakah ia?
sebaik apapun anjing, berjasa ataupun berguna sekalipun, ia tetap anjing. yang tertanam pada mindset khalayak umum bahwa anjing itu BURUK.

anjing , namanya yg tak sebaik hatinya.
anjing, nama yg Kasar dan Buruk.
padahal anjing, punya hati yg bisa dibilang Dewa.

Silahkan pikir matang-matang dahulu sebelum berucap !

*kutipan dibuat oleh penulis dari kisah kehidupan di era sekarang mengenai hal buruk yang selalu dianggap anjing meskipun hal tersebut tak seburuk yang dikira.

Be nice people, Be positif people
Terimakasih.